Sejauh mata memandang
tak jua pun mengada. Semuanya mengabur tertiup angin di akhir tahun. Seperti
masa lalu yang telah melewati setiap jengkal kehidupan dan masa depan yang
menarik ke dalamnya.
Jika masa lalu tak dapat ditengok kembali, masa depan menjadi pandangan hidup. Bagaimana cara seseorang memandang? Melalui hati atau kacamata hidupnya. Lebih baik kita mengenal “Pandangan Hidup” dulu bukan? Sebelum jauh terperosok ke dalamnya.
1. Pengertian
1.1 Secara umum
Pandangan hidup
merupakan sebuah hasil penalaran, pemikiran akal, sehingga dapat diakui
kebenarannya. Kemudian atas dasar pemikiran ini manusia menggunaknnya sebagai
pedoman, petunjuk, arahan dalam kehidupannya. Pandangan juga dapat diartikan
sebagai pertimbangan, pendapat yang diperoleh dari hasil pemikiran manusia
berdasarkan pengalaman sejarah dalam waktu dna tempat hidupnya yang dapat
digunakan sebagai petunjuk hidup di dunia.
1.2 Menurut Para Ahli
1.2.1 Menurut Machiavelli, pandangan hidup adalah
sistem dalam perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa di suatu
wilayah tertentu.
1.2.2 Menurut Thomas Hobbes, adalah segala cara untuk
melindungi kekuasaan pemerintah agar agar dapat bertahan mengatur rakyatnya.
1.2.3 Menurut Descartes, adalah intisari dari
pemikiran manusia.
1.2.4 Menurut Karl Marx, adalah suatu media untuk
mencapai kesejahteraan dan kesetaraan bersama dalam masyarakat.
1.2.5 Menurut Francis Bacon, adalah semua gabungan
pemikiran dan panduan yang mendasari suatu konsep.
1.2.6 Menurut Prof. Lowenstein, adalah suatu gabungan
pola pemikiran dan kepercayaan, atau pemikiran bertukar menjadi kepercayaan,
penerangan sikap manusia tentang hidup dan kehadirannya dalam masyarakat serta
mengusulkan sesuatu kepemimpinan dan menyeimbangkannya berdasarkan pemikirannya
dan kepercayaan itu.
1.2.7 Menurut Napoleon, adalah semua pemikiran
politik dari musuh-musuhnya.
1.2.8 Menurut Dr.Hafidh Shaleh, adalah buah dari
pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional, yang meliputi aqidah dan
solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Selain itu, pemikiran tersebut
harus mempunyai metode, yang meliputi metode mempertahankan dan metode
menyebarkannya ke seluruh dunia untuk menjabarkan ide dan jalan keluarnya.
1.2.9 Menurut The
American Heritage dan Dictionary of The
English Language, Fourth Edition, adalah sekumpulan ajaran atau kepercayaan
yang membentuk dasar-dasar politik, ekonomi, dan sistem-sistem yang lain yang
menggambarkan harapan, kebutuhan-kebutuhan, dan tujuan sosial dari individu,
kelompok, golongan atau budaya.
1.2.10 Menurut Sastrapratedja, adalah kumpulan ide,
pemikiran dan gagasan yang berorientasi pada tindakan yang terstruktur dna
terorganisis menjadi suatu sistem yang teratur dan ideologi adalah ilmu yang
berkaitan dengan cita-cita, yang terdiri atas seperangkat gagasan-gagasan atau
pemikiran manusia mengenai soal-soal cita politik, doktrin atau ajaran,
nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
1.2.11 Menurut Random House Unabridged Dictionary,
adalah sekumpulan ajaran, cerita suatu bangsa, kepercayaan dan lain-lain yang
menuntut individu, gerakan sosial, institusi, golongan, atau kelompok yang
besar.
2. Ideologi-Ideologi
Pandangan Hidup
Ideologi adalah kumpulan ide, gagasan
atau pandangan hidup suatu bangsa untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran
negara itu sendiri. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de
Tracy pada akhir abad ke 18 untuk mendefinisikan sains tentang
ide. Awalnya istilah ideologi dimaksudkan oleh penciptanya
Destrut de Tracy sebagai Ilmu ide yang diharapkan mampu membawa perubahan
institusional, mulai dari pembaharuan menyeluruh atas sekolah-sekolah di
prancis. Tracy memberikan definisi ideologi adalah suatu sistem ide, yang
mencoba melepaskan diri dari hal-hal metafisis. Para ideolog untuk kurun waktu
tertentu menikmati posisi pembuat kebijakan dalam kelas II (ilmu-ilmu moral dan
politik) di Institut nasional. Tetapi pertentangan dengan Napoleon, menyebabkan
Napoleon Banaparte berusaha untuk menghapus usaha pembaharuan dalam institut
(1802-1803).
Ideologi dapat dianggap sebagai visi. Tujuan
utama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses
pemikiran normatif, ideologi bersistem abstrak.
2.1 Menurut Para Ahli
- Destutt de Tracy Ideologi adalah studi terhadap ide – ide atau pemikiran tertentu.
- Francis Bacon Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
- Machiavell Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
- Descarte Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia.
- Thomas H. Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya
- Muhammad Ismail Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi.
Ideologi mendorong untuk menunjukkan bahwa
kelompok sosial yang diyakininya mempunyai alasan untuk ada. Demi sebuah
ideologi 600 juta orang tewas karena terlibat atau tertuduh sebagai PKI dalam
aksi balas dendam yang legal sehabis tragedi 30 September 1965 di Indonesia.
2.2 Jenis Ideologi
·
Liberalisme
Liberalisme adalah suatu
ideologi atau ajaran tentang negara, ekonomi dan masyarakat yang mengharapkan
kemajuan di bidang budaya, hukum, ekonomi dan tata kemasyarakatan atas dasar
kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya sebebas
mungkin, Liberalisme lebih menekankan kepada kepentingan individu dan
persaingan bebas sedangkan ideologi Indonesia, Pancasila mengutamakan
kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong untuk mencapai kesejahteraan dan
kemakmuran.
·
Kapitalisme
Kapitalisme jika di lihat
dari sisi ekonomi diartikan sebagai sistem ekonomi di mana bahan baku
distribusinya secara pribadi dikembangkan, Kapitalisme adalah ideologi
yang bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri
persaingan pasar bebas. Milton Friedman mendefinisikan kapitalisme untuk
mengefektifkan pasar bebas (free market), dimana mereka mengklaim promosi
kebebasan individu dan demokrasi Sedangkan menurut Marx dia berpendapat bahwa
kapitalisme adalah hasil karya dari pasar pekerja (labor-market).
Kapitalisme yang berkembang di Indonesia menyebabkan munculnya
negara-negara yang kuat dan kaya, sehingga berambisi untuk memperluas
wilayahnya. Kemudian timbullah suatu ideologi baru yaitu Kolonialisme.
·
Kolonialisme
Kolonialisme adalah
paham tentang penguasa oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan
maksud untuk memperluas negara itu. Faktor penyebab timbulnya kolonialisme
keinginan untuk menjadi bangsa yang terkuat, menyebarkan agama dan ideologi,
kebanggaan atas bangsa yang istimewa, keinginan untuk mencari sumber kekayaan
alam dan tempat pemasaran hasil industrinya.
Macam – macam Kolonialisme :
- Koloni Penduduk : Jika terjadi migrasi besar – besaran ke negara asing dan kemudian menjadi tanah air baru.
- Koloni eksploitasi : Daerah jajahan yang dikerjakan hanya untuk mencari Keuntungan
- Koloni sekunder : Tanah – tanah koloni yang tidak menguntungkan negeri, tapi harus perlu dipertahankan karena kepentingan strategi
- Koloni deportasi : Tanah koloni yang dikerjakan oleh orang – orang buangan.
Ideologi menurut fungsinya merupakan
pandangan dan tujuan hidup sebuah negara dan seseorang untuk pedoman hidupnya
dan tujuan seseorang didunia ini, Ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila
dimana pedoman untuk negara Indonesia untuk mengetahui bagaimana negara ini
bisa maju, makmur dan berkembang sebagai mana mestinya yang tertuang di dalam
Pancasila, sebagai warga negara Indonesia kita harus menjalankan ideologi
bangsa Indonesia dan menanamkan cinta terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.
Ideologi harus dijalankan sesuai dengan
tujuan atau pandangan untuk hidupnya, Ideologi diciptakan oleh menciptanya
Destutt de Tracy sebagai ide, gagasan atau pandangan hidup dan kita sebagai
penerus bangsa harus terus menjalankan ideologi bangsa Indonesia dan harus
menjalankan Ideologi sebagai Umat beragama dengan sebaik – baiknya dan sebenar
– benarnya untuk menciptakan kemakmuran, kesejahteraan dan kedamaian untuk
negara dan pribadi, lebih mementingkan kepentingan bersama dari pada
kepentingan pribadi.
3. Cita-Cita
Ingatkah Anda ketika
duduk di bangku SD pasti guru Anda bertanya “Apa cita-cita kalian ketika besar
nanti?” dan pasti Anda juga diperintahkan membuat sebuah karangan tentang
cita-cita. Jadi Apakah itu cita-cita?
Cita-cita menurut
definisi adalah keinginan, harapan, atau tujuan yang selalu ada dalam pikiran.
Tidak ada orang hidup
tanpa cita-cita,
tanpa berbuat kebajikan, dan tanpa sikap hidup.
Cita-cita itu
perasaan hati yang merupakan suatu keinginan yang ada dalam hati. Cita-cita
yang merupakan bagian atau salah satu unsur dari pandangan hidup manusia, yaitu
sesuatu yang ingin digapai oleh manusia melalui usaha. Sesuatu bisa disebut
dengan cita-cita apabila telah terjadi usaha untuk mewujudkan sesuatu yang
dianggap cita-cita itu.
Tiga Faktor yang
menentukan dapat atau tidaknya seseorang mencapai cita – citanya antara lain :
– Manusia itu
sendiri,
– Kondisi yang
dihadapi dalam rangka mencapai cita – cita tersebut,
– Seberapa tinggi
cita – cita yang ingin dicapai.
Dua Faktor kondisi
yang mempengaruhi tercapai tidaknya cita – citanya antara lain :
– Faktor yang
menguntungkan, dan
– Faktor yang
menghambat.
4. Kebijakan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang
mendatangkan kebaikan pada hakekatnya
sarna dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat
baik, karena menurut
kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral. Atas dorongan
suara hatinya manusia cenderung
berbuat baik.
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan
badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia
meninggal. Karena merupakan pribadi,
manusia mempunyai pendapat sendiri,
ia mencintai diri sendiri,
perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena
itu, karena mementingkan diri
sendiri, seringkali manusia tidak
mengenal kebajikan.
Manusia merupakan
mahluk sosial: manusia hidup bermasyarakat,manusia saling membutuhkan, saling
menolong,saling menghargai sesama anggota
masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling
merugikan,dan sebagainya.Manusia sebagai mahluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan
dapat berekembang karena Tuhan. Untuk itu manusia dilengkapi
kemampuan jasmani dan
rohani juga fasilitas alam sekitarnya seperti
tanah, air, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya.
Untuk melihat apa itu
kebajikan, kita harus melihat dari tiga segi, yaitu manusia sebagai mahluk
pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat,dan manusia sebagai mahluk Tuhan.Sebagai mahluk pribadi, manusia
dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk.Baik buruk itu
ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan
di dalam hati yang
mendesak seseorang untuk
menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan,tindakan atau tingkah
laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakim untuk diri sendiri. Sebab
itu, nilai suara hati amat besar dan penting
dalam hidup manusia.
Misalnya orang tahu, bahwa membunuh
itu buruk, jahat: suara
hatinya mengatakan demikian,
namun manusia kadang-kadang tak mendengarkan suara hatinya.
Suara hati selalu
memilih yang baik, sebab itu ia selalu
mendesak orang untuk berbuat yang baik
bagi dirinya. Oleh
karena itu, kalau seseoraang
berbuat sesuatu sesuai
dengan bisikan suara hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti
baik. Jadi berbuat atau bertindak menurut
suara hati, maka tindakan atau
perbuatan itu adalah baik. Sebaliknya perbuatan
atau tindakan berlawanan dengan
suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya, suara hati
kita mengatakan “tolonglah orang yang menderita itu”, dan kita berbuat
menolongnya, maka kita membuat kebajikan.
Sebaliknya, apabila hati kita
berkata demikian,namun kita hanya
seolah-olah tak mendengarkan suara hati itu, maka munafiklah
kita.
Karena merupakan
anggota masyarakat, maka seseorang juga terikat dengan suara masyarakat. Setiap masyarakat adalah kumpulan
pribadi-pribadi, sehingga setiap suara masyarakat pada hakekatnya adalah kumpulan suara hati
pribadi-pribadi dalam masyarakat itu.
Sebagaimana suara hati tiap pribadi itu pasti selalu menginginkan yang baik,maka
masyarakat yang terdiri atas pribadi-pribadi
itu pun pasti suara hatinya juga
menginginkan yang baik, maka masyarakat yang terdiri atas pribadi-pribadi
pasti suara hatinya juga menginginkan
yang baik untuk kehidupan masyarakatnya. Sebab itu jika benar-benar
berdasarkan pada suara hati
anggota-anggotanya. Suara hati masyarakat pada dasarnya adalah baik. Misalnya, warga disuatu daerah menghendaki kerja bakti dengan mengadakan
pembersihan saluran air di kampung. Bila
kita ikut beramai-ramai kerja bakti,
berarti kita mengikuti suara hati masyarakat, kerja bakti itu. Tetapi bila kita tidak
mengikutinya berarti kita tidak mau mengikuti suara hati masyarakat.
Sesuatu yang
baik bagi masyarakat, berarti baik bagi kepentingan masyarakat. Tetapi
dapat saja terjadi, bahwa sesuatu yang
baik bagi kepentingan umum/masyarakat tidak baik bagi salah seorang atau segelintir orang didalamnya atau
sebaliknya. Dengan demikian, seseorang harus tunduk kepada apa yang
baik bagi masyarakat umum.
Contoh : Budi tidak
setuju jalan di depan rumahnya diperlebar, karena harus memotong bagian depan
rumahnya. Tetapi masyarakat kampung mengusulkan
dan telah disetujui jalan itu harus diperlcbar demi keamanan. Akhimya karena desakan seluruh
warga, dengan sangat terpaksa Budi
menyetujuinya.
Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati
sendiri. Meskipun demikian harus dinilai
dan diukur menurut suara atau pendapat umum. Disini tidak berarti bahwa
pendapat umum atau kepentingan umum itu di atas segala-galanya, sehingga suara
hati, pendapat atau kepentingan pribadi-pribadi diperkosa begitu saja.
Sebagai mahluk
Tuhan, manusia pun harus mendengarkan
suara hati Tuhan. Suara Tuhan selalu
membisikkan agar manusia berbuat baik dan mengelakkan perbuatan yang
tidak baik. Jadi,untuk mengukur perbuatan baik buruk, harus kita dengar pula
suara Tuhan atau kehendak Tuhan. Kehendak
Tuhan berbentuk hukum
Tuhan atau hukum agama.
Jadi kebajikan itu
adalah perbuatan yang selaras dengan
suara hati kita, suara hati masyarakat dan
hukum Tuhan. Kebajikan berarti berkata
sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah
terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang
melihatnya.
5. Usaha atau
Perjuangan
Usaha/perjuangan
adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia hams kerja keras
untuk kelanjutan hidupnya. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan.
Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan,
manusia tidak dapat hidup sempuma. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya,
ia hams kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia hams
rajin belajar dan tekun serta memenuh semua ketentuan akademik. Kerja keras itu
dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan
kedua-duanya. Untuk bekerja keras manusia dibatasi oleh kemampuan. Karena
kemampuan terbatas itulah timbul perbedaan tingkat kemakmuran antara manusia
satu dan manusia lainnya. Kemampuan itu terbatas pada fisik dan keahlian/ketrampilan.
SUMBER : dwiariyanilylaku.blogspot.com/…/manusia-dan-pandangan-hidup.html K.
Sebutkan 3 aliran filsafat Menurut Prof. Dr.Harun Nasution, ada tiga aliran
filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
(a) Aliran Naturalisme Hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang
merupakan kekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan.
(b) Aliran intelektualisme Dasar aliran ini adalah logika / akal. Manusia
mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir. (c) Aliran Gabungan Dasar
aliran ini ialah kekuatan gaib dan juga akal. kekuatan gaib Minya kekuatan yang
berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan.
6. Keyakinan atau
Kepercayaan
Manusia memiliki
keyakinan terhadap suatu hal yang membuat dirinya tetap bertahan teguh pada
pendirian dan pandangan hidup yang diambil guna mencapai sebuah tujuan.
Meskipun kata-kata
kepercayaan dan keyakinan muncul hampir mirip dalam arti, ada perbedaan antara
kedua kata ini. Keyakinan mengacu pada jaminan yang kita miliki pada seseorang.
Kepercayaan, di sisi lain, mengacu pada keyakinan bahwa seseorang pada individu
lain.
7. Langkah-Langkah
Berpandangan Hidup yang baik
Manusia pasti
mempunyai pandangan hidup walau bagaimanapun bentuknya. Bagaimana kita
memeperlakukan pandangan hidup itu tergantung pada orang yang bersangkutan. Ada
yang memperlakukan pandangan hidup itu sebagai sarana mencapai tujuan dan ada
pula yang memperlakukaan sebagai penimbul kesejahteraan, ketentraman dan
sebagainya.
Akan tetapi yang
terpenting, kita seharusnya mempunyai langkah-langkah berpandangan hidup ini.
Karena hanya dengan mempunyai langkah-langkah itulah kita dapat memperlakukan
pandangan hidup sebagai sarana mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik.
Adapun langkah-langkah itu sebagai berikut :
a.Mengenal
Mengenal merupakan
suatu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas
hidupnya yang dalam jal ini mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita
yakin dan sadar bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai pandangan hidup, maka
kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak manusia itu ada, dan
bahkan hidup itu ada sebelum manusia itu belum turun ke dunia.
b. Mengerti
Tahap kedua untuk
berpandangan hidup yang baik adalah mengerti. Mengerti disini dimaksudkan
mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri. Bila dalam bemegara kita
berpandangan pada Pancasila, maka dalam berpandangan hidup pada Pancasila kita
hendaknya mengerti apa Pancasila dan bagaimana mengatur kehidupan bemegara.
Begitu juga bagai yang berpandangan hidup pada agama Islam. Hendaknya kita
mengerti apa itu Al-Qur'an, Hadist dan ijmak itu dan bagaimana ketiganya itu
mengatur kehidupan baik di dunia maupun di akherat.
c.Menghayati
Langkah selanjutnya
setelah mengerti pandangan hidup adalah menghayati pandangan hidup itu. Dengan
menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar
mengenai kebenaran pandangan hdiup itu sendiri.
Menghayati disini
dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu
dengan memperluas dan mernperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup itu
sendiri. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka menghayati ini, menganalisa
hal-hal yang berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang
dianggap lebih tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu
atau mengenai pandangan hidup itu sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan
hidup kita akan memperoleh mengenai kebenaran tentang pandangan hidup itu
sendiri.
d.Meyakini
Setelah mengetahui
kebenaran dan validitas, baik secara kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi
kemasyarakatan maupun negara dan dari kehidupan di akherat, maka hendaknya kita
meyakini pandangan hidup yang telah kita hayati itu. Meyakini ini merupakan
suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai
suatu tujuan hidupnya.
e. Mengabdi
Pengabdian merupakan
sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah
dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih oleh orang lain. Dengan
mengabdi maka kita akan merasakan manfaalnya. Sedangkan perwujudan manfaat
mengabdi ini dapat dirasakan oleh pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri
bisa terwujud di masa masih hidup dan atau sesudah meninggal yaitu di alam
akherat.
f.Mengamankan
Mungkin sudah
merupakan sifat manusia bahwa bila sudah mengabdikan din pada suatu pandangan
hidup lalu ada orang lain yang mengganggu dan atau mayalahkannya tentu dia
tidak menerima dan bahkan cendemng untuk mengadakan perlawanan. Hal ini karena
kemungkinan merasakan bahwa dalam berpandangan hidup itu dia telah mengikuti
langkah-langkah sebelumnya dan langkah-langkah yang ditempuhnya itu telah
dibuktikan kebenarannya sehingga akibatnya bila ada orang lain yang
mengganggunya maka dia pasti akan mengadakan suatu respon entah respon itu
berwujud tindakan atau lainnya.
8. Hubungan Pandangan
Hidup dengan Ilmu Budaya Dasar
Di
dalam dunia yang semakin berkembang ini manusia dihadapkan pada
“pertanyaan-pertanyaan tentang perkembangan dunia modern ini, tentang tempat
dan peranan manusia di alam semesta, tentang arti usaha-usahanya baik secara
perorangan mau-pun bersama-sama, dan akhirnya tentang tujuan terakhir dunia dan
manusia ini” (GS 3). Kita berada di mana dan akan dibawa ke mana? Apakah masih
ada tempat untuk saya? Adakah manusia ditakdirkan untuk ikut-ikutan saja,
bahkan tanpa mengetahui tujuannya? Masih adakah rasa persaudaraan di antara
manusia? Dunia adalah “panggung sejarah manusia, yang ditandai oleh kegiatan-kegiatannya,
oleh kegagalan dan keberhasilannya, yang di-imani sebagai ciptaan Allah, yang
jatuh dalam perbudakan setan, namun dibebaskan oleh Kristus” (GS 2). Dunia
seperti itu mau dibangun ke arah mana?
Arti
hidup berkaitan dengan arti dunia,
dan manusia bersatu dengan alam semesta. Manusia bukan hanya penghuni dunia dan
alam semesta. Manusia mengolahnya, hidup darinya, dan bertanggung jawab
atasnya. Oleh Tuhan ia diberi kepercayaan untuk ikut “menciptakan” dunia, maka
dunia harus senantiasa baru dan se-makin sesuai dengan tujuan hidup manusia.
Dalam dunia macam ini Tuhan mempercayai manusia menentukan nasibnya sendiri.
Ternyata
tidak dalam segala hal manusia bebas menangani nasib hidupnya sendiri.
Maklumlah, aneka macam ikatan dan hubungan sudah menentukan corak hidupnya. Ia
mempunyai hubungan dengan Tuhan, yang pasti memainkan peranan penting dalam
hidupnya. Ia juga mempunyai hubungan dengan sesama manusia, secara individual
atau bersama-sama dalam masyarakat. Ia juga terikat pada dunia material di
sekitarnya. Akhirnya, ia pun mempunyai relasi dengan dirinya sendiri. Dalam
hidup yang konkret manusia sering harus mengambil sikap terhadap seluruh latar
belakang hidupnya : misalnya pendidikan dan pergaulan – yang telah membentuk
kepribadiannya secara khusus. Jaringan relasi itulah yang dimaksudkan
dengan kata kebudayaan.
Kebudayaan
untuk sebagian besar ditentukan oleh sejarah, tetapi juga oleh alam dan
lingkungan. Empat unsur berikut ini bisa dipandang sebagai empat pola atau
poros kebudayaan.
- Yang paling penting tentulah Tuhan atau – dengan istilah yang lebih “umum” – dunia transenden atau dunia “atas”. Melalui agama dan terutama melalui hati manusia, “dunia atas” itu memainkan peranan yang amat penting di “dunia bawah”.
- Kebudayaan manusia terbentuk terutama karena kegiatan manusia, entah dalam zaman yang lampau entah sekarang ini, dan kegiatan itu menghubungkan manusia satu dengan manusia lain. Setiap orang karena pendidikan, ekonomi, politik, rekreasi, dan banyak hal lain lagi, terjalin dalam jaringan sosial lingkungan hidupnya.
- Dengan sendirinya terang bahwa dalam proses membudaya itu dunia material atau kebendaan amat penting juga. Manusia sendiri bersifat material karena tubuhnya. Karena alasan itu ia mempunyai aneka kebutuhan material. Tanpa materi ia tidak dapat hidup dan bergerak sebagai manusia.
- Akhirnya, ia masih terus-menerus berkonfrontasi dengan dirinya sendiri, sebab ia dilahirkan dan berkembang dalam ikatan kebudayaan itu. Ia sendiri menjadi bagian darinya. Ia terikat pada tanah, ia terikat pada adat, ia terikat pada alam pikiran dan agama orang sebangsanya, bahkan sering pada tradisi daerah tertentu.
Semua
itu tentu bukan ikatan belenggu yang menghalang-halangi perkembangan pribadi.
Namun demikian, tidak dapat disangkal pula bahwa ikatan itu ada dan sangat
berpengaruh pada alam pikiran dan cara bertindak seseorang. Karena itu, situasi
kebudayaan dengan segala segi dan unsurnya amat erat hubungannya dengan visi
atau pandangan hidup. Pandangan hidup orang Indonesia tidak bisa
dipikirkan, apalagi digambarkan, bila dilepaskan dari seluruh tradisi
kebudayaan Indonesia. Karena iman dan agama juga tidak lepas dari kebudayaan
dan pandangan hidup, orang beriman pun perlu menyadari sepenuhnya pengaruh
kebudayaan itu.
Secara
singkat dapat dikatakan bahwa dalam kebudayaan Indonesia erat sekali hubungan
antara agama, masyarakat, dan alam. Bahkan kadang-kadang unsur-unsur itu kurang
dibeda-bedakan dan dicampur-adukan begitu saja. Kebudayaan Indonesia memang
sangat menekankan keseimbangan dan keselarasan antara semua faktor kehidupan,
tetapi dalam mewujudkan pandangan menyeluruh itu masing-masing daerah mempunyai
cara dan corak yang berbeda-beda. Misalnya, keseimbangan dalam arti kerukunan
amat dipentingkan dalam kebudayaan Jawa, sedangkan di Sumatra Utara ikatan keluarga
(marga) termasuk unsur pokok kebudayaan.
Kebudayaan
daerah merupakan dasar dan sumber kebudayaan nasional. Karena perkembangan
masyarakat, pergaulan antar suku dan pertemuan antar daerah menjadi semakin
biasa. Kebudayaan berkembang terus dengan menerima dan mengolah aneka unsur
kebudayaan dari kelompok atau suku yang lain. Bahkan juga kebudayaan dari luar
negeri mempunyai pengaruh sangat besar. Khususnya pengaruh dari negara-negara
Asia Timur dan dari daerah Arabia amat terasa. Begitu juga pengaruh dari Barat,
baik dahulu maupun sekarang. Pengaruh itu terdapat dalam segala bidang
kebudayaan, termasuk juga bidang agama.
Tidak
dapat tidak, timbul pertanyaan mengenai inkulturasi agama-agama di Indonesia.
Semua agama besar, tanpa kecuali, masuk ke dalam kebudayaan Indonesia melalui
kebudayaan asing. Dengan demikian semua agama berhadapan dengan pertanyaan
bagaimana mereka dapat tetap setia kepada asas-asas agama itu sendiri, tetapi
sekaligus juga tidak menjauhkan orang Indonesia dari akar-akar kebudayaannya.
Dengan
sendirinya, penganut-penganut agama mencoba mengungkapkan pokok-pokok agama
dalam bahasa dan bentuk kebudayaan daerah mereka sendiri; masa dari zaman ke
zaman agama yang satu dan sama itu mendapat bentuk dan ungkapan yang sedikit
atau banyak berbeda, sesuai dengan keprihatinan zaman dan kebudayaan daerah.
Inkulturasi semacam itu tidak jarang diusahakan dengan sadar dan sengaja.
Semakin orang menjadi sadar akan kebudayaannya sendiri dan semakin jujur orang
menghayati agamanya, semakin giat orang mencari bentuk-bentuk yang berakar di
dalam kebudayaan daerah untuk menghayati agama dengan tepat. Dari tradisinya,
agama membawa kepercayaan yang diyakini sebagai kebenaran di hadapan Tuhan;
dalam kebudayaan, agama menjadi hidup dan manusiawi.
Lebih
khusus lagi, perlu dipikirkan pengaruh pola sosio-budaya atas perwujudan
nilai-nilai dasar dalam kehidupan bersama. Dalam hal ini terjadi ketegangan
baik antara nilai-nilai kebudayaan daerah atau suku dan cita-cita pembangunan
nasional, maupun antara nilai-nilai tradisional dan tuntutan baru. Dalam
ketegangan itu perlu dipertanyakan, sejauh manakah kebudayaan tradisional dapat
bertahan, serta bagaimanakah nilai-nilai dasar kehidupan manusia dapat
diwujudkan? Pada taraf internasional, dengan gejala globalisasi, terjadilah
perubahan nilai-nilai dasar yang amat mendalam, khususnya perihal perumusan dan
pelaksanaannya. Perubahan itu menantang budaya-budaya setempat dan kebudayaan
nasional untuk mencari bentuk-bentuk kehidupan yang baru. Di sini harus diakui,
bahwa tidak setiap bentuk kehidupan tradisional cocok dengan tuntutan zaman,
khususnya dalam hal perwujudan nilai-nilai dasar.
Konflik-konflik
yang timbul dari tantangan baru ini tidak mudah diselesaikan. Dari pihak lain
perlu disadari pula bahwa Injil dan iman Kristen juga tidak pernah datang dalam
bentuk murni. Nilai-nilai rohani itu selalu sudah terwujudkan dalam bentuk
kehidupan konkret, baik dalam hal agama, maupun dalam hal perwujudan iman,
yaitu tingkah-laku yang bermoral Kristiani. Bentuk kehidupan itu pun harus
berkembang dan mencari rupa baru, yang tidak jauh dari kebudayaan setempat,
tetapi tetap dijiwai oleh semangat iman. Sumbangan agama dalam hal ini bukanlah
program-program konkret tertentu, melainkan inspirasi untuk terus-menerus ikut
mengusahakan pembaruan dan perkembangan budaya.
Dalam
usaha itu manusia tidak pernah boleh menutup diri dalam hidupnya sendiri. Ia
tidak boleh secara statis berpegang pada adat-kebiasaan, tetapi ia juga tidak
dapat menceburkan diri ke dalam arus pembaruan dengan mengikuti arus saja. Ia
tidak dapat menolak kewajibannya terhadap masyarakat. Dan ia juga sama sekali
tidak dapat menutup diri terhadap panggilan Allah. Jadi, usaha pembangunan
masyarakat dan pembaruan kebudayaan harus mengindahkan empat orientasi pola
kehidupan sebagai berikut: Tuhan, masyarakat, dunia material, dan dirinya
sendiri. Oleh sebab itu, setiap manusia berhadapan dengan empat tugas pokok:
(1) membuka diri terhadap Yang
Transenden,
(2) membangun solidaritas dengan sesama,
(3) mengolah dan memelihara dunia benda, alam semesta,
(4) dan dengan demikian membangun diri sendiri.
(2) membangun solidaritas dengan sesama,
(3) mengolah dan memelihara dunia benda, alam semesta,
(4) dan dengan demikian membangun diri sendiri.
Tugas-tugas
ini menyatu. Manusia hanya dapat membangun diri, kalau dalam kesatuan dengan
sesama ia membangun lingkungan hidup bagi semua orang dalam keterbukaan
terhadap Yang Transenden. Dengan mengembangkan masyarakat dan memelihara
kekayaan alam serta keterbukaan terhadap Yang-Mengatasi-Hidup, ia memberi makna
kepada hidupnya sendiri.
Usaha
membebaskan manusia dari segala keterasingan, baik antara manusia dan sesama
maupun terhadap dunia sekitarnya, merupakan tugas utama manusia dalam
“membangun kembali dan memperkokoh persaudaraan segala manusia selaras dengan
tujuan luhur manusia” (GS 2). Untuk itu manusia memang pertama-tama harus masuk
ke dalam dirinya sendiri agar bisa menyadari kembali tujuan yang luhur itu.
Manusia
juga harus berani keluar dari dirinya sendiri dan menerima manusia lain sebagai
saudaranya. Ia tidak hanya harus percaya kepada dirinya sendiri dan
kemampuannya, tetapi juga berani percaya kepada kemampuan orang lain dalam
membangun dunia bersama. Hanya dengan menerima sesama sebagai saudara, manusia
dapat membebaskan diri dari belenggu ketertutupannya. Penerimaan ini berarti
kepercayaan kepada kebaikan dan kejujuran orang lain. Akan tetapi, bagaimana
kebaikan itu bisa diandaikan untuk seluruh masyarakat, bahkan untuk seluruh
umat manusia? Agar manusia dapat hidup sebagai saudara dalam masyarakat yang
lebih luas daripada relasi-relasi antarpribadi, manusia memerlukan sejumlah
kesepakatan. Kalau tidak tercapai kesepakatan, perlu ada suatu struktur hukum
yang memberikan jaminan dan ruang gerak untuk semua yang ingin membangun hidup.
Struktur hukum itu harus didasarkan pada pengakuan terhadap hak-hak manusia.
Struktur itu juga harus menyediakan ruang bagi keanekaragaman pandangan hidup
yang mencakup segala aspek dan kebutuhan.
Komentar